BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan aktivitas yang dilakukan
oleh dan diperuntukkan manusia. Pendidikan hanya dapat membentuk manusia yang
humanis apabila hakekat kemanusiaan manusia dipahami secara komprehensif dan
menyeluruh. Kesalahan dalam memberikan tafsiran atas eksistensi manusia
berimplikasi pada kekeliruan dalam menghadirkan pendidikan serta membentuk
manusia-manusia yang tidak sehat. Pemahaman yang benar dan tepat manusia dan
pendidikan sangat diperlukan terutama oleh pendidik dan calon-calon pendidik
dalam dunia pendidikan karena mereka dipersiapkan untuk menciptakan
manusia-manusia baru.
Dalam
perspektif sistemik untuk menilai keberhasilan suatu pelaksanaan pendidikan
dalam membangun sumberdaya manusia yang lebih baik, kreatif, dan normatif
memerlukan kajian secara simultan dan mendalam atas pelbagai unsur yang secara
sistematik mempengaruhi keberhasilan tersebut, yaitu: input, proses, output dan
outcome. Perspektif sistemik memercayai bahwa keberhasilan pendidikan yang baik
perlu di-back up oleh input, proses dan output yang baik pula. Untuk bisa tersenggelarakannya suatu proses
pendidikan yang baik, tidak hanya dibutuhkan pengalaman-pengalaman empirik yang
diperoleh mealui observasi dan kajian-kajian yang bersifat saintifik, akan tetapi
juga sangat dibutuhkan pemahaman dan penguasaan yang baik dan tepat terhadap
konsep-konsep dasar tentang manusia dan pendidikan itu sendiri.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi
dan Riwayat Ibnu Sina
Nama asli
Ibnu Sina adalah Abu ‘Ali al Husein Ibn Abdullah. Ia lahir di Bukharah tahun
370H./980M. Ia dianggap seorang yang cerdas karena dalam usia sangat muda pada
umur 10 tahun ia sudah banyak mempelajari agama isalm serta menghafal al-qur’an
seluruhnya dan pada umur 17 tahun ia di kenal sebagai filosof dan dokter
terkemuka di Bukhara. Selain itu Ibnu Sina juga dikenal sebagai tokoh yang luar
biasa. Kecuali sebagai seorang ilmuan ia juga
dapat melakukan berbagai pekerjaan dengan baik seperti dalam bidang kedokteran,
pendidikan, penasehat politik, pengarang, dan bahkan menjadi wazir (menteri).
Dalam
sejarah pemikiran islam, Ibnu Sina dikenal sebagai intelektual muslim yang
banyak mendapat gelar. Sebagai ilmuan Ibnu Sina telah berhasil menyumbangkan
buah pemikirannya dalam buku karangannya yang berjumlah 276 buah. Bukunya yang
terkenal diantaranya yaitu asy-syifa berupa ensklipedi tentang fisika,
matematika dan logika serta al-Qanun at Tibb yang merupakan ensklipedi
tentang kedokteran.
Dalam
pandangan Ibnu Sina, pendidikan tak hanya memperhatikan aspek moral,
namun juga membentuk individu yang menyeluruh termasuk, jiwa, pikiran dan
karakter. Menurutnya, pendidikan sangat penting diberikan kepada
anak-anak untuk mempersiapkan diri untuk menghadapi masa dewasa.
Ibnu Sina
mengungkapkan, seseorang harus memiliki profesi tertentu dan harus bisa
berkontribusi bagi masyarakat. Ibnu Sina mengungkapkan pendidikan itu harus
diberikan secara berjenjang berdasarkan usia.
B. Pandangan Ibnu Sina terhadap Pendidikan
Ibnu Sina
banyak memberikan saham dalam meletakkan dasar pendidikan islam, yang amat
berharga sekali dan tidak kecil pengaruhnya terhadap pendidikan islam dewasa
ini. Pandangan Ibnu Sina terhadap pendidikan (sistem) meliputi sebagai berikut:
a. Pendidikan
ketrampilan untuk mepersiapkan anak mencari penghidupannya.
Ibnu Sina
mengintegrasinya antara nilai-nilai idealitas dengan pandangan pragnatis,
sebagaimana yang ia katakan:”Jika anak telah selesai belajar Al-Qur’an dan
menghafal dasar-dasar gramatika saat itu amatilah apa yang ia inginkan mengenai
pekerjaanya, maka
arahkanlah ia ke jalan itu. Jika ia menginginkan menulis maka hubungkanlah
dengan pelajaran bahasa surat menyurat, bercakap-cakap dengan orang lain serta
berbincang-bincang dengan mereka dan sebagainya kalau problem matematika, maka
caranya harus bersamanya, membimbing dan menuliskannya. Dan jika ia ingin yang
lain, maka bawalah ia kesana.
b. Bahan bahan
kurikulum tingkat awal untuk meningkatkan mutu pendidikan anak.
Pendapat
Ibnu Sina tentang masalah ini sangat terkenal yaitu: “Sebaiknya diawali dengan
mengajarkan Al-Qur’anul karim tapi dengan cara menghindarkan pengajaran yang
bersifat memberatkan jasmani dan pikirannya.
Ibnu Sina
menetapkan hal-hal yang telah diuraikan diatas dengan mengemukakan
prinsip-prinsip pendidikan sebagai berikut:
1) Jangan
memulai pengajaran Al-Qur’an kepaa anak melainkan setelah anak tingkat
kematengan akal dan jasmaniah yang memungkinkan dapat menerima apa yang
diinginkan,
2) Mengintegrasikan
antara pengajaran Al-Qur’an dengan huruf hijaiyah, yang memperkuat pandangan
pendidikan modern saat ini yaitu dengan metode campuran antara metode analitis
dan strukturalitis dalam mengajar membaca dan menulis (merupakan metode paling
baru dalam pengajaran bahasa kepada anak saat ini). Metode seperti telah
dilaksanakan ahli fiqh yang mengajar di Al-Kuttab, padahal mereka tidak pernah
mempelajari metode ini dalam pengajaran membcaa dan menulis. Dalam metode ini pula diajarkan cara memahami huruf
hijaiyah dengan lisan maupun tulisan. Pada waktu bersamaan mereka melatih
dengan bacaan surat-surat pendek dan menuliskannya kedalam batu tulis dengan
cara mencontoh.
3) Kemudian
anak diajar agama pada waktu tingkat kematangan yang mantab dimana menurut adat
kebiasaan hidup keagamaan yang benar telah terbuka lebar sampai dapat menyerap
kedalam jiwanya dan mempengaruhi daya indrawi serta perasaannya. Oleh karena
pada umumnya masa kanak-kanak mendapatkan pengalaman dan pergaulan dengan ayah,
ibu, guru, dan lai-lainnya sesuai adat kebiasaan mereka. Dalam pergaulan itu
mereka menjadi contoh tauladan tauladan yang baik sehingga ia berakhlak mulia.
4) Ibnu Sina
juga memandangan penting pelajaran syair sehingga syair itu menjadi sarana
pendidikan perasaan. Pelajaran ini dimulai dengan mengajarkan syair-syair yang
menceritakan anak-anak yang glomour, sebab lebih mudah dihafal dan
menceritakannya serta bait-baitnya lebih pendek-pendek dan ingatannya lebih
gampang diucapkan.
Disamping
itu dilihat dri aspek lainnya, syair dipandang sebagai kumpulan pantun arab
yang berisi kebanggaan dan ungkapan pikiran bangsa arab. Ibnu Sina memilih
syair-syair tertentu untuk anak-anak dilihat dari segi isi yang terkandung di
dalamnya, sehingga mereka tidak belajar kecuali tentang keutamaan sastra
dan kebudayaan, pujian kepada ilmu dan celaan kepada kebodohan serta segala hal
yang mendorong berbuat kebaikan kepada kedua orang tuanya, berbuat ma’ruf
(kebajikan) dan menghormati tamu. Ibnu Sina menolak semboyan yang menyatakan
bahwa “seni adalah untuk seni”, ia berpendapat bahwa seni dalam syair merupakan
sarana pendidikan akhlak. Dengan demikian, maka seni atau sastra bertujuan
untuk mengungkapkan perasaan manusia dalam berbagai coraknya.
Pengajaran
yang diarahkan pada penulisan minat dan bakat pada masing-masing anak didik,
sehingga mereka mampu menciptakan kreativitas belajar secara lebih mantab. Hal
ini sesuai dengan yang dianjurkan oleh kurikulum modern saat ini. Anak harus
diajar tentang pengetahuan umum yang bersifat dharuriyah, sehinggah terbukalah
bakat dan kemampuannya yang pada saat ini memungkinkan anak dapat mengenal
kecenderungan. Atas dasar kemampuan dan bakat inilah guru memilih pelajaran
yang sesuai dengan tuntunan perkembangan hidupnya yang harmonis dan bermanfaat
bagi dirinya serta lingkungan sekolah.
C. Konsep
pendidikan Ibnu Sina
Ilmu pendidikan merupakan ilmu
yang berada pada garis terdepan dalam menyiapkan kader-kader yang siap untuk
melaksanakan tugas-tugas agama, nusa dan bangsa. Sehingga pendidikan sangatlah
penting bagi kehidupan kita, karena dengan pendidikan kita akan mendapat
wawasan dan pengalaman banyak dan mengembangkan potensi yang kita miliki
dan menjadi insane kamil penurus bangsa untuk menuju kedepan yang lebih cerah.
Banyak para ilmuan
mengungkapkan pendapat tentang konsep pendidikan yang baik, dan esuai dengan
potensi yang dimiliki seseorang. Namun untuk membatasi pembahasan tentang
konsep pendidikan menurut banyak ilmuwan kali ini kami akan menjelaskan konsep
pendidikan yang di kembangkan oleh Ibnu Sina.
1. Tujuan Pendidikan
Menurut Ibnu Sina, bahwa
tujuan pendidikan harus diarahkan pada pengembangan seluruh potensi yang
dimiliki seseorang ke arah perkembangannya yang sempurna, yaitu perkembangan
fisik, intelektual dan budi pekerti. Selain itu juga harus diarahkan pada upaya
mempersiapkan seseorang agar dapat hidup dimasyarakat secara bersama-sama
dengan melakukan pekerjaan atau keahlian yang dipilihnya sesuai dengan bakat,
kesiapan, kecendrungan dan potensi yang dilmilikinya.
Ibnu Sina
berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah untuk mencapai kebahagiaan
(sa’adat). Kebahagiaan dicapai secara bertingkat sesuai dengan tingkat
pendidikan yang dikemukakannya sebelumnya yaitu: kebahagian pribadi, kebahagian
rumah tangga, kebahagian masyarakat dan kebahagian manusia secara menyeluruh
dan pada akhirnya adalah kebahagian manusia di akhirat kelak. Jika setiap
individu anggota keluarga memiliki akhlak mulia, maka akan tercipta kebahagian
dirumah tangga. Selanjutnya jika rumah tangga memiliki akhlak mulia, maka akan
tercipta kebahagian masyarakat dan selanjutnya kebahagiaan manusia seluruhnya.
Selain itu tujuan pendidikan
yang dikemukakan Ibnu Sina tersebut tampak didasarkan pada pandangannya tentang
Insan Kamil (manusia yang sempurna), yaitu manusia yang terbina seluruh
potensi diinya secara seimbang dan menyeluruh. Selain harus mengembangkan
potensi dan bakat dirinya secara optimal dan menyeluruh, juga harus mampu
menolong manusia agar eksis dalam melaksanakan fungsinya sebagai khalifah
di masyarakat.
Dan tidak hanya intelektual
dan budi pekerti saja yang dikembangkan melainkan dengan kekuatan fisik yang
menjadi pondasi dalam pengembangan potensi yang dimiliki seseorang. Kekuatan
fisik diperoleh dari olahraga yang teratur dan makan, minum, tidur dan menjaga
kebersihan badan dan lingkungan. Melalui pendidikan jasmani olahraga, seorang
anak diarahkan agar terbina pertumbuhan fisiknya dan cerdas otaknya. Sedangkan
dengan pendidikan budi pekerti di harapkan seorang anak memiliki kebiasaan
bersopan santun dalam pergaulan hidup sehari-hari. Dan dengan pendidikan
kesenian seorang anak diharapkan dapat mempertajam perasaannya dan meningkat
daya hayal dan kreatifitasnya tidak terbatas dan bias terus berkembang sesuai
dengan ide - ide dan kemampuan yang dimilikinya.
Beberapa
tujuan pendidikan menurut Ibnu Sina yaitu:
a) Diarahkan kepada pengembangan seluruh potensi yang dimiliki seseorang
menuju perkembangan yang sempurna baik perkembangan fisik, intelektual maupun
budi pekerti.
b) Diarahkan pada upaya dalam rangka mempersiapkan seseorang agar dapat hidup
bersama-sama di masyarakat dengan melakukan pekerjaan atau keahlian yang
dipilihnya disesuaikan dengan bakat, kesiapan, kecenderungan dan potensi yang
dimilikinya.
Sedangkan
tujuan pendidikan yang bersifat jasmani yang tidak boleh ditinggalkan yaitu
pembinaan fisik dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya seperti olah raga,
tidur, maka, minum, dan menjaga kebersihan. Dengan pendidikan jasmani
diharapkan terbinanya pertumbuhan fisik siswa anak yang cerdas otaknya. Melalui
pendidikan budi pekerti anak diharapkan membiasakan diri berlaku sopan santun
dalam pergaulan hidup sehari-hari. Adapun pendidikan kesenian diharapkan
seorang anak dapat mempertajam perasaannya dan meningkatkan daya khayalnya.
Kemudian Ibnu
Sina mengemukakan tujuan pendidikan yang bersifat keterampilan, yang artinya
mencetak tenaga pekerja yang profesional.
Dari beberapa
tujuan pendidikan tersebut di atas, kalau dihubungkan antara yang satu dengan
yang lainnya menunjukkan bahwa Ibn Sina memiliki pola pemikiran tentang tujuan pendidikan
yang bersifat hirarkis-struktural. Maksudnya tujuan pendidikan yang bersifat
universal juga bersifat kurikuler (perbidang studi) dan bersifat operasional.
Pandangan tentang insan kamil yaitu manusia yang terbina seluruh potensinya
secara seimbang dan menyeluruh.
Faktor yang
mempengarui terhadap tujuan pendidikan pada bidang keahliannya adalah situasi
masyarakat yang sudah maju dan terspesialisasi dan pandangan filsafat.
2. Kurikulum
Secara sederhana istilah
kurikulum digunakan untuk menunjukkan sejumlah mata pelajaran yang harus
ditempuh untuk mencapai satu gelar atau ijazah atau suatu perangkat
pembelajaran yang berisi sejumlah materi yang harus diberikan kepada anak
didik. Pengertian ini sejalan dengan pendapat Crow dan Crow yang mengatakan bahwa
kurikulum adalah rancangan pengajaran yang isisnya sejumlah mata pelajaran yang
disusun secara sistematik yang diperlukan sebagai syarat untuk menyelesaikan
suatu program pendidikan tertentu.
Kurikulum disini berfungsi
sebagai alat mempertemukan kedua pihak antara pendidik dan anak didik. Sehingga
anak didik dapat mewujudkan bakatnya secara optimal dengan belajar
menyumbangkan jasanya untuk meningkatkan mutu kehidupan dalam masyarakatnya.
Dengan demikian Ibnu Sina
menyimpulkan bahwa kurikulum yang diberikan kepada anak didik ada tingkatannya
masing – masing sehingga materi yang akan disampaikan akan berbeda sesuai
dengan umur dan kemampuan anak didik.
Konsep Ibnu Sina tentang
kurikulum didasarkan pada tingkat perkembangan usia anak didik. Untuk
usia anak 3 sampai 5 tahun misalnya, menurut Ibnu Sina perlu diberikan mata
pelajaran olahraga, budi pekerti, kebersihan, seni suara, dan kesenian.
Karena pelajaran olahraga
tersebut diarahkan untuk membina kesempurnaan pertumbuhan fisik si anak dan
berfungsinya organ tubuh secara optimal. Sedangkan pelajaran budi pekerti
diarahkan untuk membekali si anak agar memiliki kebiasaan sopan santun dan
akhlak yang mulia dalam pergaulan hidup sehari-hari, sehingga si anak akan
menjadi terbiasa dengan sopan santun dan berbuat baik kepada semua orang.
Selanjutnya dengan pendidikan kebersihan diarahkan agar si anak memiliki
kebiasaan mencintai kebersihan, karena kebersihan adalah pokok yang menentukan
kepribadian seseorang sehingga dengan menanamkan untuk hidup bersih sejak dini
akan membawa dampak yang positif dalam kepribadian si anak untuk kedepannya.
Dan dengan pendidikan seni suara dan kesenian diarahkan agar si anak memiliki
ketajaman perasaan dalam mencintai serta meningkatkan daya kreatifitas si anak
dengan demikian akan lebih berkembang bakat yang dimilikinya.
Selain itu juga pendidikan
olahraga juga sangat dibutuhkan juga karena Ibnu Sina juga menjelaskan bahwa
olahraga sangat penting bagi perkembangan si anak dan sangat berpengaruh sekali
denga psikologisnya. Sehingga olahraga harus disesuaikan dengan kebutuhan si
anak juga, karena kemampuan si anak berbeda – beda dan disesuaikan dengan bakat
yang dimilikinya sehingga perlu untuk di kembangkan. Dari sekian banyak
olahraga, menurut Ibnu Sina yang perlu dimasukan kedalam kurikulum adalah
olahraga kekuatan, gulat meloncat, jalan cepat, memanah, berjalan dengan satu
kaki dan mengendarai unta.
Selanjutnya kurikulum untuk
usia 6 sampai 14 tahun menurut Ibnu Sina adalah mencakup pelajaran membaca dan
menghafal al-qur’an, pelajaran agama, pelajaran sya’ir dan pelajaran olah raga.
Pelajaran membaca dan
menghafal menurut Ibnu Sina berguna di samping untuk mendukung pelaksanaan
ibadah yang memerlukan bacaan ayat-ayat al-qur’an, juga untuk mendukung
keberhasilan dalam mempelajari agama islam dan pelajaran agama lainnya yang
sumber utamanya Al-qur’an. Selain itu pelajara membaca dan menghafal Al-Qur’an
juga mendukung keberhasilan dalam mempelajari bahasa arab, karena dengan
menguasai Al-Qur’an berarti ia telah menguasai kosa kata bahasa arab atau
bahasa Al-qur’an.dengan demikian penetapan pelajaran membaca Al-qur’an tampak
bersifat strategis dan mendasar, baik dilihat dari segi pembinaan sebagai
pribadi muslim, maupun dari segi pembentukan ilmuwan muslim, sebagaimana yang
diperlihatkan Ibnu Sina sendiri. Sudah menjadi alat kebiasaan umat islam
mendahulukan pelajaran Al-Qur’an dari yang lain-lain.
D. Metode Pengajaran
Menurut Ibnu Sina ada beberapa
metode pengajarannya yaitu:
1. Metode Talqin
yaitu metode mengajarkan membaca Al-Qur'an
dengan cara memperdengarkan bacaan Al-Qur'an sebagian demi sebagian, dan
menyruh anak untuk mengulangi bacaan dengan perlahan-lahan hingga hafal. Metode
ini melibatkan guru dan murid dimana murid diperintah untuk membimbing
teman-temannya yang masih tertinggal, istilah sekarang adalah tutor sebaya.
2. Metode
Demonstrasi
Yaitu metode cara mengajar meulis
dengan mencontoh tulisan huruf hijaiyah di depan murid, kemudian guru menyuruh
murid untuk mendengarkannya yang dilanjutkan dengan mendemonstrasikan cara
menulis.
3. Metode
Pembiasaan dan Teladan
Adalah metode pengajaran yang
sangat efektif, khususnya mengajarkan akhlak dengan cara pembiasaan dan teladan
yang disesuaikan dengan psikologis anak.
4. Metode Diskusi
Adalah metode cara penyajian
pelajaran dimana siswa diberi pertanyaan yang bersifat problematis untuk
dipecahkan bersama. Diharapkan dengan metode ini mendapatkan pengetahuan yang
bersifat rasional dan terotis, sehingga tidak hanya mengajarkan metode ceramah
saja yang akibatnya para siswa akan tertinggal jauh dari perkembangan ilmu
pengetahuan.
5. Metode Magang
Adalah metode yang menggabungkan
antara teori dan praktek yang nantinya akan menimbulkan manfaat ganda yaitu
disamping para siswa mahir dalam suatu bidang ilmu tertentu, juga akan
mendatangkan keahlian dalam bekerja atau memiliki kemampuan (skill).
6. Metode
Penugasan
Adalah metode cara penyajian
bahan pelajaran dimana guru memberikan tugas ajar. Siswa dapat melakukan
kegiatan belajar, sehingga siswa diharapkan dapat memecahkan problem setelah
guru menerangkan terlebih dahulu, dalam hal ini sejauh mana siswa dapat
memahami materi pelajaran yang telah diajarkan oleh guru.
Dalam metode diatas Ibnu Sina
memiliki empat ciri penting sebagai berikut:
a. Memperlihatkan
adanya keinginan besar dari Ibn Sina terhadap kesuksesan pengajaran.
b. Adanya
kesesuaian antara bidang studi dan tingkat usia anak didik.
c. Lebih
memperhatikan pada bakat dan minat anak didik.
d. Tingkat
pengajaran yang menyeluruh mulai dari TK sampai Perguruan Tinggi.
E. Kontribusinya terhadap pendidikan Nasional
Dari beberapa pemikiran Ibnu Sina banyak yang sangat berkaitan sekali
dengan pendidikan Nasional dan mampu menjawab persoalan – persoalan pendidikan
yang sesuai dengan tantangan zaman.
Pendidikan akhlak sangatlah menjadi prioritas dalam pendidikan Islam,
seperti yang di jelaskan dalam pemikiran Ibnu sina akhlak adalah menjadi hal
yang sangat pokok karena akhlak mulia menjadi salah satu indicator penting
perumusan tujuan system pendidikan Nasional (pasal 3 UU Sisdiknas Tahun 2003).
Mekipun Ibnu Sina lebih terkenal dengan seorang ilmuwan yang ahli dalam
bidang kedokteran namun beliau juga mampu memahami Al-Qur’an sejak usia dini,
jadi. Pendidikan Al-Qur’an juga sangatlah penting utuk diterapkan dalam
sekolah-sekolah. Namun kenyataannya di Indonesia sendiri masih banyak sekolah
yang belum mampu untuk mengintegrasikannya dalam pendidikan sekolah, sehingga
perlu adanya pembelajaran integrasi antara Al-Qur’an dan Ilmu – ilmu lainnya,
dengan harapan agar muncul bibit – bibit penerus bangsa yang seperti Ibnu Sina
sebagai “ulama’ yang ilmuwan dan ilmuwan yang Ulama’”.
Dalam konteks pendidikan di Indonesia, paradigma semacam ini harus
terbangun. Adanya istilah "pendidikan umum" dan "pendidikan
agama" yang biasa dikenal di negeri ini kerap kali menimbulkan paradigma
dikotomik yang mempertentangkan antara satu ilmu dengan yang lain. Paradigma
semacam ini menimbulkan beberapa persoalan, seperti: ilmu yang dimiliki tidak
mengantarkan seseorang untuk dekat dengan Allah, sikap beragama hanya urusan
privasi seseorang, pembinaan akhlak hanya tugas guru agama yang banyak
berbicara tentang nilai, kecenderungan hidup pragmatis-materialistik lebih
menguat, dan sebagainya. Oleh karena itu, pemikiran Ibn Sina paradigma ini
patut diaktualisasikan dalam mewujudkan sumber daya manusia indonesia yang
berkualitas: beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia serta cerdas dalam
menyelesaikan berbagai persoalan sehingga menemukan kebahagiaan hakiki.
BAB III
PENUTUP
Dalam
sejarah pemikiran islam, Ibnu Sina dikenal sebagai intelektual muslim yang
banyak mendapat gelar. Sebagai ilmuan Ibnu Sina telah berhasil menyumbangkan
buah pemikirannya dalam buku karangannya yang berjumlah 276 buah. Bukunya yang
terkenal diantaranya yaitu asy-syifa berupa ensklipedi tentang fisika,
matematika dan logika serta al-Qanun at Tibb yang merupakan ensklipedi
tentang kedokteran.
Dalam
pandangan Ibnu Sina, pendidikan tak hanya memperhatikan aspek moral,
namun juga membentuk individu yang menyeluruh termasuk, jiwa, pikiran dan
karakter. Menurutnya, pendidikan sangat penting diberikan kepada
anak-anak untuk mempersiapkan diri untuk menghadapi masa dewasa.
Ibnu Sina
mengungkapkan, seseorang harus memiliki profesi tertentu dan harus bisa berkontribusi
bagi masyarakat. Ibnu Sina mengungkapkan pendidikan itu harus diberikan secara
berjenjang berdasarkan usia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar